Pengertian Shalat Khauf
Menurut bahasa, shalat berarti do’a. Dan menurut istilah shalat berarti ibadah kepada Allah yang memiliki ucapan dan perbuatan tertentu dan khusus, yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Disebut shalat karena mencakup (berisi) do’a ibadah dan do’a permohonan.
Sedangkan kata khauf, secara bahasa berarti takut. Dan menurut istilah, khauf berarti kegoncangan di dalam diri karena khawatir terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan, atau hilangnya sesuatu yang disukai. Diantara hal itu adalah rasa takut dijalanan. Jadi shalat khauf dapat dipahami bahwa ia adalah penunaian shalat yang di fardhukan (diwajibkan) yang dilakukan pada saat-saat genting atau kondisi yang mengkhawatirkan dengan cara tertentu.
Hukumnya
Shalat khauf disyariatkan dalam setiap peperangan yang dibolehkan, seperti memerangi orang-orang kafir, pemberontak, dan para perampok atau penyamun sebagaiman firman Allah yang artinya,
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqasar shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. An-Nisaa’ : 101)
Dan di hukumi sama terhadap yang lain yang semisal dengannya dari orang-orang yang boleh diperangi.
Dan tidak diperbolehkan pada peperangan yang diharamkan.
Dalil di Syariatkannya
Shalat khauf adalah disyariatkan hal itu berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’.
Dari al-Qur’an, Yaitu firman Allah Ta’ala yang artinya,
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka'at), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bershalat,lalu bershalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.” (QS. An-Nisaa’ : 102)
Dari Sunnah, sebagaimana Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Telah shahih shalat khauf dari nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam 5 atau 6 bentuk (cara) yang semuanya adalah dibolehkan”.
Dan hal itu adalah telah di syariatkan pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan hal itu terus berlangsung hingga akhir zaman.
Dalil ijma’, para sahabat dan seluruh imam telah ijma’ terhadap disyariatkannya shalat khauf, kecuali beberapa gelintir saja yang menyelisihinya yang tidak dianggap.
Shalat khauf dilakukan ketika dibutuhkan, baik dalam kondisi safar atau mukim (tidak safar), apabila dikhawatirkan musuh menyerang kaum muslimin. Karena yang menyebabkan bolehnya shalat khauf itu adalah karena ada rasa takut bukan sebab safar, akan tetapi shalat khauf yang dilakukan ketika mukim adalah tanpa mengurangi jumlah rekaat dari yag telah ditentukan, hanya saja yang dikurangi dalam shalat tersebut adalah kaifiyah (tata cara) shalatnya. Dan shalat khauf dalam kondisi safar dilakukan dengan mengqosor jumlah rekaat yang 4 rekaat, dan dikurangi pula kaifiyah shalatnya.
Syarat-Syaratnya
Shalat khauf disyariatkan dengan dua syarat:
- Hendaknya musuh yang diperangi adalah musuh yang halah (dibolehkan) untuk diperangi, seperti orang kafir harbi, pemberontak, dan para perampok atau yang lainnya.
- Dikhawatirkan penyerangan mereka terhadap kaum muslimin dilakukan pada waktu-waktu shalat.
Kaifiyah Shalat Khauf
Ada beberapa cara shalat khauf, diantaranya adalah cara yang diajarkan oleh rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits riwayat Sahl bin Abu Hatsmah Al-Anshari radhiallahu ‘anhu, yang mirip dengan tata cara yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat An-Nisaa’ ayat 102. Yang didalamnya hati-hati dalam shalat dan waspada dalam perang, didalamnya juga siaga terhadap musuh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melakukan shalat khauf dengan cara ini pada peperangan Dzatur Riqa’.
Adapun tata caranya sebagaimana dalam riwayat Sahl bin Hatsmah,
“Bahwa sekelompok pasukan memebentuk shaf untuk berjama’ah bersama rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan sekelompok pasukan lagi menghadap musuh, lalu beliau shalat bersama pasukan yang bersamanya satu rekaat, kemudian beliau tetap berdiri dan pasukan tersebut pun menyelesaikan shalat mereka sendiri-sendiri, kemudian mereka bergegas menuju menghadap musuh. Lalu kelompok (yang awalnya menghadap musuh) datang bergabung dengan shalat rasulullah, maka rasulullah shalat bersama mereka satu rekaat yang tersisa kemudian beliau tetap duduk, lalu pasukan tersebut menyempurnakan shalat masing-masing, kemudian rasulullah salam bersama mereka”. (HR Muslim no. 841)
Shalat Khauf dan Firman Allah, “Apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. Apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat besertamu) dan menyandang senjata. Kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu untuk meletakkan senjata-senjata kamu, jika kamu mendapat suatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyiapkan azab yang menghinakan bagi orang-orang yang kafir itu.” (an-Nisaa’: 101-102)
504. Syu’aib (meriwayatkan) dari az-Zuhri, katanya, “Aku bertanya kepadanya, ‘Apakah Nabi melakukan shalat khauf?’ Dia menjawab, ‘Salim memberitahukan kepadaku bahwa Abdullah bin Umar berkata, ‘Saya berperang bersama Rasulullah di arah Najd, kami bertemu musuh. Lalu, kami membuat shaf dan Rasulullah berdiri mengimami shalat kami. Sekelompok berdiri bersama beliau dan sekelompok menghadap ke arah musuh. Rasulullah ruku dengan orang yang bersama beliau, dan sujud dua kali. Kemudian mereka pergi ke tempat sekelompok yang belum shalat. Mereka datang, lalu Rasulullah shalat bersama mereka satu rakaat dan sujud dua kali, kemudian membaca salam. Lalu masing-masing dari mereka shalat sendiri satu rakaat dan sujud dua kali.’”
Shalat Khauf dengan Berjalan dan Menaiki Kendaraan, yang Berjalan dengan Berdiri
Dari Nafi’ dari Ibnu Umar sebagaimana dikeluarkan oleh Mujahid, ia berkata, “Apabila mereka telah bercampur (yakni peperangan berkecamuk dengan dahsyat), maka shalat itu dikerjakan dengan berdiri. Ibnu Umar menambahkan dari Nabi saw., “Jika mereka lebih banyak daripada itu, maka hendak lah mereka shalat dengan berdiri dan berkendaraan.
sebagian Mereka Menjaga Sebagian yang Lain dalam Shalat Khauf
Ibnu Abbas berkata, “Nabi berdiri (dan dalam satu riwayat: Ibnu Abbas berkata, “Nabi shalat khauf di Dzi Qarad 5/51). dan orang banyak berdiri di belakang beliau. Nabi membaca takbir dan orang-orang pun ikut takbir pula. Kemudian Nabi ruku, maka sebagian mereka ruku pula. Kemudian sujud, lalu yang sebagian tadi sujud pula bersama beliau. Sesudah itu Nabi berdiri untuk rakaat yang kedua, maka berdiri pula makmum yang telah sujud tadi, dan mereka menjaga kawan-kawan mereka (yang belum ruku dan sujud). Bagian yang kedua ini mendekat, lalu mereka ruku dan sujud bersama Nabi. Mereka semua sedang shalat, tetapi mereka saling menjaga.
Shalat Ketika Beradu Senjata dan Berpapasan dengan Musuh
Al-Auza’i berkata, “Jika kemenangan sudah di ambang pintu dan mereka belum melakukan shalat, maka hendaklah mereka shalat dengan berisyarat. Masing-masing orang melakukannya sendiri-sendiri. Jika mereka tidak dapat melakukannya dengan berisyarat, maka hendaklah mereka menunda shalatnya hingga pertempuran reda, atau keadaan aman. Lalu, mereka kerjakan shalat dua rakaat. Kalau tidak dapat, hendaklah mereka lakukan shalat satu rakaat dengan dua sujud. Kalau ini pun tidak dapat mereka kerjakan, maka tidaklah cukup menunaikan shalat dengan takbir saja, dan hendaklah mereka menundanya hingga situasinya aman.
Makhul juga berpendapat demikian.
Anas berkata, “Saya datang pada waktu fajar cemerlang dan ketika itu perang sedang berkecamuk. Maka, mereka tidak dapat mengerjakan shalat. Oleh karena itu, kami tidak mengerjakan shalat kecuali setelah hari agak siang. Kami mengerjakan shalat itu bersama Abu Musa, kemudian kami diberi kemenangan. Shalat itu lebih menggembirakan aku daripada dunia seisinya.
(Saya katakan, “Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir bin Abdullah yang tercantum pada nomor 222 di muka.
Shalatnya Orang yang Mencari atau yang Dicari Musuh, Boleh dengan Berkendaraan dan Memberi Isyarat
Al-Walid berkata, “Saya menyebutkan kepada al-Auza’i tentang shalat Syurahbil bin as-Simth dan teman-temannya di atas punggung kendaraan, lalu dia menjawab, ‘Begitulah yang kami lakukan apabila takut kehabisan waktu.
Al-Walid berargumentasi dengan sabda Nabi saw., “Jangan sekali-kali seseorang mengerjakan shalat AshaIbnu Umar berkata, “Rasulullah bersabda kepada kami ketika pulang dari (Perang) Ahzab, ‘Janganlah sekali-kali seseorang shalat Ashar kecuali di bani Quraizhah.’ Sebagian dari mereka melaksanakan shalat Ashar di jalan, dan sebagian lagi berkata, ‘Kami tidak shalat sehingga sampai di sana.’ Sebagian dari mereka berkata, ‘Bahkan, kami shalat, karena bukan itu yang dimaksudkan terhadap kami. Lalu, mereka menyebutkan (hal itu 5/50) kepada Nabi, maka beliau tidak memaki salah seorang pun dari mereka.”r kecuali di perkampungan bani Quraizhah.
Al-Walid berargumentasi dengan sabda Nabi saw., “Jangan sekali-kali seseorang mengerjakan shalat AshaIbnu Umar berkata, “Rasulullah bersabda kepada kami ketika pulang dari (Perang) Ahzab, ‘Janganlah sekali-kali seseorang shalat Ashar kecuali di bani Quraizhah.’ Sebagian dari mereka melaksanakan shalat Ashar di jalan, dan sebagian lagi berkata, ‘Kami tidak shalat sehingga sampai di sana.’ Sebagian dari mereka berkata, ‘Bahkan, kami shalat, karena bukan itu yang dimaksudkan terhadap kami. Lalu, mereka menyebutkan (hal itu 5/50) kepada Nabi, maka beliau tidak memaki salah seorang pun dari mereka.”r kecuali di perkampungan bani Quraizhah.