Jumat, 30 Desember 2011

etimologi

Diagnosis menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah penentuan suatu penyakit dengan meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya; mendiagnosi, menentukan suatu penyakit dengan meneliti atau memeriksa gejala-gejalanya; terdiagnosis adalah dapat didiagnosis.

Pada referensi lain ditemukan diagnose sebagai identifying the nature or cause of some phenomenon The art or act of recognizing the presence of disease from its signs or symptoms, and deciding as to its character; also, the decision arrived.



Diagnosa adalah 
  1. penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya; 
  2. (sosial) pemeriksaan terhadap suatu hal ; 
  3. medis) penentuan jenis penyakit berdasarkan tanda dan gejala dengan menggunakan cara dan alat seperti laboratorium, foto, dan klinik; p
  4. pembanding diagnosis yang dilakukan dengan membanding-bandingkan tanda klinis suatu penyakit dengan tanda klinis penyakit lain; mendiagnosis adalah menentukan jenis penyakit dengan cara meneliti atau memeriksa gejalanya.

b. Tinjauan terminology

Diagnosis merupakan istilah yang diadopsi dari bidang medis. Menurut Thorndike dan Hagen , diagnosis dapat diartikan sebagai :
  • Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease) apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala-gejalanya (symtoms); 
  • Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial; 
  • Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang saksama atas gejala-gejala atau fakta-fakta tentang suatu hal.
Dari ketiga pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam konsep diagnosis, secara implisit telah tercakup pula konsep prognosisnya. Dengan demikian dalam proses diagnosis bukan hanya sekadar mengidentifikasi jenis dan karakteristiknya, serta latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya.

Menurut Webster diagnosis yaitu proses menentukan hakekat daripada kelainan atau ketidakmampuan dengan ujian dan melalui ujian tersebut dilakukan suatu penelitian yang hati-hati terhadap fakta-fakta untuk menentukan masalahnya. Sedangkan menurut Harriman dalam bukunya Handbook of Psychological Term, diagnosis adalah suatu analisis terhadap kelainan atau salah penyesuaian dari simptom-simptomnya. Dapat disimpulkan bahwa diagnosis adalah suatu cara menganalisis suatu kelainan dengan mengamati gejala-gejala yang nampak dan dari gejala tersebut dicari faktor penyebab kelainan tadi.



II.2. Pengertian Belajar

Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar terjadi melalui usaha dengan mendengar, membaca, mengikuti petunjuk, mengamati, memikirkan, menghayati, meniru, melatih dan mencoba sendiri atau berarti dengan pengalaman atau latihan. Hal ini ditegaskan oleh Nana Sujana yang berpendapat bahwa belajar adalah “proses yang ditandai dengan adanya perubahan di mana perubahan tersebut ditujukan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan dan kemampuan daya kreasi, daya permainan dan lain-lain yang ada pada individu”.

Belajar dalam prakteknya dilakukan di sekolah dan atau di luar sekolah. Belajar di sekolah senantiasa diarahkan oleh guru kepada perubahan perilaku yang baik atau positif. Arifin menyatakan bahwa, “Belajar adalah suatu kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi serta menganalisa bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh pengajar, yang berakhir pada kemampuan untuk menguasai bahan pelajaran yang disampaikan”.

Sedangkan menurut Surya menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalamanindividu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Relevan dengan Surya, Slameto dan Ali menyatakan bahwa belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapatlah disimpulkan bahwa belajar adalah aktivitas yang dilakukan dengan tujuan untuk mencapai sesuatu baik pengetahuan, keterampilan, maupun pengalaman yang dapat diketahui melalui perubahan tingkah laku yang baru.

2. Faktor-faktor Psikologis yang Mempengaruhi Belajar

Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi belajar, termasuk ke dalam faktor internal atau intern, yakni faktor dari dalam diri siswa. Faktor ini terdiri atas dua aspek, yaitu aspek fisiologis (bersifat jasmaniah) dan faktor psikologis (bersifat rohaniah), dan kelelahan (bersifat jasmaniah dan rohaniah).

a. Aspek Fisiologis

Aspek fisiologis yang memengaruhi belajar berkenaan dengan keadaan atau kondisi umum jasmani seseorang, misalnya menyangkut kesehatan atau kondisi tubuh, seperti sakit atau terjadinya gangguan pada fungsi-fungsi tubuh. Aspek ini juga menyangkut kebugaran tubuh. Tubuh yang kurang prima, akan mengalami kesulitan belajar.

b. Aspek Psikologis

Faktor-faktor yang termasuk aspek psikologis yang dipandang esensial adalah: tingkat kecerdasan, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, dan motivasi siswa. Relevan dengan Syah, Slameto menyatakan bahwa faktor psikologis yang memengaruhi belajar adalah: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.

1). Intelegensi

Merupakan kecakapan yang terdiri atas tiga jenis, yaitu (1) kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan diri ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, (2) mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, (3) mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.

2). Perhatian

Gazali dan Slameto menyatakan bahwa perhatian merupakan keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun sematamata tertuju kepada suatu objek atau benda-benda atau sekumpulan objek. Supaya timbul perhatian siswa terhadap bahan pelajaran, usahakanlah bahan pelajaran selalu menarik perhatian dengan cara mengusahakan pelajaran itu sesuai denan hobi atau bakatnya. Islam memandang perhatian sebagai tindakan penting dan sikap acuh (tidak mau memerhatikan) merupakan aktivitas yang tidak terpuji dan merupakan tanda tidak bersyukur kepada Allah SWT.

Ayat Al-Qur’an yang menegaskan tentang perhatian antara lain adalah surat Al-A’raf ayat 204:



Artinya: “Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”. (Qs. al-A’raf: 204)

3). Minat

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memerhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena apabila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa atau tidak diminati siswa, maka siswa yang bersangkutan tidak akan belajar sebaikbaiknya,karena tidak ada daya tarik baginya. Sebaliknya bahan pelajaran yang diminati siswa, akan lebih mudah dipahami dan disimpan dalam memori kognitif siswa karena minat dapat menambah kegiatan belajar.

4). Bakat

Bakat merupakan kemampuan untuk belajar. Secara umum bakat merupakan kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Kemampuan potensial itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Setiap orang (siswa) pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitasnya masingmasing.

Contoh lain yang relevan, seorang siswa yang berbakat dalam seni baca Al-Qur’an akan lebih cepat menyerap informasi dan menguasai teknik-teknik seni membaca Al-Qur’an dibanding anak-anak yang kurang berbakat di bidang seni baca Al-Qur’an.

Contoh di atas mengisyaratkan bahwa bakat itu memengaruhi hasil belajar. Apabila bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, hasil belajarnya akan lebih baik karena ia senang belajar dan selanjutnya ia lebih giat lagi dalam mempelajarinya.



5). Motivasi Siswa

Motivasi merupakan pemberian dorongan atau semangat sehingga dapat menimbulkan minat, perhatian dan kemauan siswa dalam belajar. Menurut Woodwert dan Maarques motivasi adalah suatu tujuan jiwa yang mendorong individu untuk aktivitas-aktivitas tertentu dan untuk tujuan-tujuan tertentu terhadap situasi di sekitarnya.

Motivasi merupakan keadaan internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Motivasi dapat dibedakan ke dalam motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi Intrinsik merupakan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya untuk belajar, misalnya perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut.

Motivasi Ekstrinsik merupakan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib sekolah, keteladanan orang tua, guru merupakan contoh konkrit motivasi ekstrinsik yang dapat mendorong siswa untuk belajar.79

6). Sikap Siswa

Sikap merupakan gejala internal yang berdimensi afektif, berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek tertentu, seperti orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.

Misalnya, siswa yang bersikap acuh terhadap bahasa Arab, Inggris dan lain-lain. Akan menyebabkan siswa yang bersangkutan kurang mempelajari mata pelajaran tersebut, sehingga pada gilirannya menyebabkan hasil belajarnya selalu rendah.

7). Kematangan dan Kesiapan

Kematangan merupakan suatu tingkatan atau fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana seluruh organ-organ biologisnya sudah siap untuk melakukan kecakapan baru.Kesiapan merupakan kesediaan untuk memberi respons atau bereaksi. Kesediaan itu datang dari dalam diri siswa dan juga berhubungan dengan kematangan. Misalnya, siswa yang gelisah, ribut (tidak tenang) sebelum proses pembelajaran dimulai, bisa dijadikan sebagai salah satu indikasi bahwa siswa yang bersangkutan belum siap untuk belajar.Dalam kondisi seperti itu, guru jangan sekali-kali melaksanakan pengajaran, karena tidak akan memperoleh hasil yang maksimal, bahkan sangat mungkin untuk gagal.

c. Faktor Kelelahan

Kelelahan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani (fisik) dan kelelahan rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan muncul kecenderungan untuk membaringkan tubuh (beristirahat). Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk berbuat sesuatu termasuk belajar menjadi hilang. Kelelahan jenis ini biasanya ditandai dengan kepala pusing, sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehilangan untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi karena memikirkan masalah yang berat tanpa istirahat, menghadapi hal-hal yang selalu sama tanpa ada variasi, dan mengerjakan sesuatu karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat, dan perhatiannya.

d. Lupa

Lupa adalah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah dipelajari. Gulo dan Rebber menyatakan bahwa lupa adalah ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami. Lupa juga berarti ketidakmampuan untuk mengingat kembali sesuatu yang telah dialami atau dipelajari untuk sementara waktu maupun jangka waktu lama.84

Berkenaan dengan lupa, Allah SWT. Telah menegaskan dalam Al-Qur’an antara lain dalam surat Al-Baqarah ayat 286 yang berbunyi:

Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah”. (Qs.al-Baqarah: 286).



e. Kejenuhan dalam Belajar

Istilah kejenuhan akar katanya adalah “jenuh”. Kejenuhan bisa berarti padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi memuat apapun. Jenuh bisa berarti jemu atau bosan. Kejenuhan belajar adalah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil.

Seorang siswa yang mengalami kejenuhan dalam belajar, sistem akalnya tidak dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan dalam memproses item-item informasi atau pengalaman baru, sehingga kemajuan belajarnya seakan-akan berhenti.

Kejenuhan belajar dapat melanda seorang siswa yang kehilangan motivasi sebelum sampai pada tingkat keterampilan berikutnya. Kejenuhan juga dapat melanda siswa karena bosan dan keletihan. Namun, penyebab umum kejenuhan adalah keletihan yang melanda siswa. Keletihan dapat menjadi penyebab munculnya perasaan bosan pada siswa yang bersangkutan. Apabila faktor penyebab kejenuhan adalah kelelahan, maka solusinya adalah beristirahat. Apabila penyebab kejenuhan adalah teknik dan strategi mengajar yang kurang tepat, sehingga terkesan pembelajaran monoton,

maka solusinya adalah memperbaiki pendekatan mengajar yang digunakan sehingga lebih variatif. Dengan perkataan lain apabila munculnya kejenuhan disebabkan oleh cara guru mengajar, maka solusinya adalah memperbaiki cara mengajar.



II.3. Kesulitan belajar

Kesulitan belajar adalah suatu gejala yang nampak pada anak ditandai adanya prestasi atau hasil belajar yang rendah serta berada di bawah norma yang ditetapkan.

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian kesulitan belajar. Blassic dan Jones, menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh. Mereka selanjutnya menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan belajar adalah individu yang normal inteligensinya, tetapi menunjukkan satu atau beberapa kekurangan penting dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan, perhatian, ataupun fungsi motoriknya.

Sementara itu Siti Mardiyanti dkk, menganggap kesulitan belajar sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut mungkin disadari atau tidak disadari oleh yang bersangkutan, mungkin bersifat psikologis, sosiologis, ataupun fisiologis dalam proses belajarnya.

Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : 
  1. learning disorder; 
  2. learning disfunction; 
  3. underachiever; 
  4. slow learner, dan 
  5. learning diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut.
  •  Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai. 
  • Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
  •  Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
  •  Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama. 
  • Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.

Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :

  1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya. 
  2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah 
  3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan. 
  4. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.

5. Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.

6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.


Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar

Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Selain itu, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan seperti siswa suka berteriak di dalam kelas, mengganggu teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering bolos. Secara umum, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar adalah: 
  1. faktor intern siswa yang mencakup segala keadaan yang muncul dari dalam siswa sendiri, dan 
  2. faktor ekstern,mencakup segala keadaan yang berasal atau berada dari luar dari siswa.

Pertama, faktor intern siswa. Faktor ini meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko fisik siswa, yakni: 
  1. yang bersifat kognitif seperti rendahnya kapasitas intelektal (intelegensi siswa), 
  2. yang bersifat afektif, antara lain labilnya emosi dan sikap, 
  3. yang bersifat psikomotor, antara lain seperti terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).

Kedua, faktor ekstern. Faktor ini meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan siswa yang tidak kondusif bagi terwujudnya aktivitasaktivitas belajar. Yang termasuk faktor ini adalah: 
  1. lingkungan keluarga, seperti ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, dan rendahnya tingkat ekonomi, 
  2. lingkungan masyarakat, contohnya wilayah tempat tinggal yang kumuh, teman sepermainan yang nakal, 
  3. lingkungan sekolah, seperti kondisi dan letak gedung yang buruk, seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.

Selain faktor-faktor yang bersifat umum di atas, kesulitan belajar bisa juga disebabkan oleh faktor khusus. Termasuk ke dalam faktor ini adalah sindrom psikologis berupa ketidakmampuan belajar. Sindrom berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis. Yang termasuk ke dalam ketidakmampuan belajar adalah: (1) disleksia, yakni ketidakmampuan belajar membaca, (2) disgrafia, yakni ketidakmampuan belajar menulis, (3) diskalkulia, yakni ketidakmampuan belajar matematika.


Menurut Burton, faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar individu dapat berupa faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam diri yang bersangkutan, dan faktor eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar diri yang bersangkutan.

1. Faktor Internal

Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri mahasiswa. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor kejiwaan dan faktor kejasmanian.

a. Faktor kejiwaan, antara lain :

1) minat terhadap mata kuliah kurang;
2) motif belajar rendah;
3) rasa percaya diri kurang;
4) disiplin pribadi rendah;
5) sering meremehkan persoalan;
6) sering mengalami konflik psikis;
7) integritas kepribadian lemah.


b. Faktor kejasmanian, antara lain :

1) keadaan fisik lemah (mudah terserang penyakit);
2) adanya penyakit yang sulit atau tidak dapat disembuhkan;
3) adanya gangguan pada fungsi indera;
4) kelelahan secara fisik.


2. Faktor Eksternal

Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah faktor yang berada atau berasal dari luar mahasiswa. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua : faktor instrumental dan faktor lingkungan.
  • Faktor instrumental Faktor-faktor instrumental yang dapat menyebabkan kesulitan belajar mahasiswa antara lain :

  1. Kemampuan profesional dan kepribadian dosen yang tidak memadai; 
  2. Kurikulum yang terlalu berat bagi mahasiswa; 
  3. Program belajar dan pembelajaran yang tidak tersusun dengan baik; 
  4. Fasilitas belajar dan pembelajaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
  • Faktor lingkungan  Faktor lingkungan meliputi lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Penyebab kesulitan belajar yang berupa faktor lingkungan antara lain :
  1. Disintegrasi atau disharmonisasi keluarga; 
  2. Lingkungan sosial kampus yang tidak kondusif; 
  3. Teman-teman bergaul yang tidak baik; 
  4. Lokasi kampus yang tidak atau kurang cocok untuk pendidikan.

Sebab-sebab yang mungkin mengakibatkan timbulnya kesulitan belajar, dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
  1. Banyak sebab yang menimbulkan pola gejala yang sama. Seringkali gejala-gejala kesulitan belajar yang nampak pada seorang siswa disebabkan oleh faktor-faktor yang berbeda dengan yang lain yang memperlihatkan gejala yang sama. 
  2. Banyak pola gejala yang ditimbulkan oleh sebab yang sama. Sebab yang nampak sama, dapat mengakibatkan gejala yang berbeda-beda bagi siswa yang berlainan perlu diperhatikan adanya kesesuaian antara sebab dengan kondisi tempat tinggal siswa. 
  3. Sebab-sebab yang saling berkaitan dengan yang lain. Kesulitan yang menimbulkan reaksi dari orang-orang disekelilingnya atau yang menyebabkan dia bereaksi pada dirinya sendiri dengan cara yang selanjutnya , menyebabkan timbulnya kesulitan yang baru.

II.4. Diagnosa kesulitan Belajar

Diagnosis dalam proses belajar merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks proses belajar mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, 
yaitu : 
  1. faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan 
  2. faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.

Sementara itu, Burton mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :
  1. Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference). 
  2. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever. 
  3. Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater).

Prosedur Diagnosa Kesulitan Belajar
Diganosis kesulitan belajar merupakan suatu prosedur dalam memecahkan kesulitan belajar. Sebagai prosedur maka diagnosis kesulitan belajar terdiri dari langkah-langkah yang tersusun secara sistematis. Menurut Rosss dan Stanley, tahapan-tahapan diagnosis kesulitan belajar adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.


  1. Who are the pupils having trouble ? (Siapa siswa yang mengalami gangguan ?) 
  2. Where are the errors located ? (Di manakah kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilokalisasikan ?) 
  3. Why are the errors occur ? (Mengapa kelemahan-kelemahan itu terjadi ?) 
  4. . What are remedies are suggested? (Penyembuhan apa saja yang disarankan?) 
  5. How can errors be prevented ? (Bagaimana kelemahan-kelemahan itu dapat dicegah ?)



Pendapat Roos dan Stanley tersebut dapat dioperasionalisasikan dalam memecahkan masalah atau kesulitan belajar mahasiswa dengan tahapan kegiatan sebagai berikut.

a. Mengidentifikasi mahasiswa yang diduga mengalami kesulitan belajar Identifikasi mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar dilakukan dengan :

1) Menganalisis prestasi belajar



Dari segi prestasi belajar, individu dapat dinyatakan mengalami kesulitan bila : 
  1. indeks prestasi (IP) yang bersangkutan lebih rendah dibanding IP rata-rata klasnya;
  2. prestasi yang dicapai sekarang lebih rendah dari sebelumnya; dan ketiga, prestasi yang dicapai berada di bawah kemampuan sebenarnya.



2) Menganalisis periaku yang berhubungan dengan proses belajar.
Analisis perilaku terhadap mahasiswa yang diduga mengalami kesulitan belajar dilakukan dengan : 
  1. membandingkan perilaku yang bersangkutan dengan perilaku mahasiswa lainnya yang berasal dari tingkat atau kelas yang sama; 
  2. membandingkan perilaku yang bersangkutan dengan perilaku yang diharapkan oleh lembaga pendidikan.

3) Menganalisis hubungan sosial

Intensitas interaksi sosial individu dengan kelompoknya dapat diketahui dengan sosiometri. Dengan sosiometri dapat diketahui individu-individu yang terisolasi dari kelompoknya. Gejala tersebut merupakan salah satu indikator kesulitan belajar.

b. Melokalisasi letak kesulitan belajar

Setelah mahasiswa-mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar diidentifikasi, langkah berikutnya adalah menelaah :

1) pada mata kuliah apa yang bersangkutan mengalami kesulitan;
2) pada aspek tujuan pembelajaran yang mana kesulitan terjadi;
3) pada bagian (ruang lingkup) materi yang mana kesulitan terjadi;
4) pada segi-segi proses pembelajaran yang mana kesulitan terjadi.
c. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kesulitan belajar

Pada tahap ini semua faktor yang diduga sebagai penyebab kesulitan belajar diusahakan untuk dapat diungkap. Tahap ini oleh para ahli dipandang sebagai tahap yang paling sulit, mengingat penyebab kesulitan belajar itu sangat kompleks, sehingga hal tidak dapat dipahami secara sempurna, meskipun oleh seorang ahli sekalipun.

Teknik pengungkapan faktor penyebab kesulitan belajar dapat dilakukan dengan : 
  1. observasi;
  2. wawancara;
  3. kuesioner;
  4. skala sikap,
  5. tes; dan
  6. pemeriksaan secara medis.

d. Memperkirakan alternatif pertolongan
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan secara matang pada tahap ini adalah sebagai berikut.
  1. Apakah mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar tersebut masih mungkin untuk ditolong ? 
  2. Teknik apa yang tepat untuk pertolongan tersebut ? 
  3. Kapan dan di mana proses pemberian bantuan tersebut dilaksanakan ? 
  4. Siapa saja yang terlibat dalam proses pemberian bantuan tersebut ? 
  5. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk kegiatan tersebut ?

e. Menetapkan kemungkinan teknik mengatasi kesulitan belajar

Tahap ini merupakan kegiatan penyusunan rencana yang meliputi : pertama, teknik-teknik yang dipilih untuk mengatasi kesulitan belajar dan kedua, teknik-teknik yang dipilih untuk mencegah agar kesulitan belajar tidak terjadi lagi.



f. Pelaksanaan pemberian pertolongan
Tahap keenam ini merupakan tahap terakhir dari diagnosis kesulitan belajar mahasiswa. Pada tahap apa saja yang telah ditetapkan pada tahap kelima dilaksanakan.

Langkah-Langkah Tindakan Diagnosa Menurut C. Ross dan Julian Stanley, langkah-langkah mendiagnosis kesulitan belajar ada tiga tahap, yaitu :

1. Langkah-langkah diagnosis yang meliputi aktifitas, berupa

a) Identifikasi kasus
b) Lokalisasi jenis dan sifat kesulitan
c) Menemukan faktor penyebab baik secara internal maupun eksternal
2. Langkah prognosis yaitu suatu langkah untuk mengestimasi (mengukur),
3. memperkirakan apakah kesulitan tersebut dapat dibantu atau tidak.
4. Langkah Terapi yaitu langkah untuk menemukan berbagai alternatif kemungkinan cara yang dapat ditempuh dalam rangka penyembuhan kesulitan tersebut yang kegiatannya meliputi antara lain pengajaran remedial, transfer atau referal.
5. Sasaran dari kegiatan diagnosis pada dasarnya ditujukan untuk memahami
6. karakteristik dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan. Dari ketiga pola pendekatan di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pokok prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar adalah sebagai berikut:
7. Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Adapun langkah-langkah mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar.
  1. Menandai siswa dalam satu kelas atau dalam satu kelompok yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar baik bersifat umum maupun khusus dalam bidang studi 
  2. Meneliti nilai ulangan yang tercantum dalam “record academic” kemudian dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas atau dengan kriteria tingkat penguasaan minimal kompetensi yang dituntut. 
  3. Menganalisis hasil ulangan dengan melihat sifat kesalahan yang dibuat. 
  4. Melakukan observasi pada saat siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar yaitu mengamati tingkah laku siswa dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu yang diberikan di dalam kelas, berusaha mengetahui kebiasaan dan cara belajar siswa di rumah melalui check list

e. Mendapatkan kesan atau pendapat dari guru lain terutama wali kelas,dan guru pembimbing.

8. Mengalokasikan letaknya kesulitan atau permasalahannya, dengan cara mendeteksi kesulitan belajar pada bidang studi tertentu. Dengan membandingkan angka nilai prestasi siswa yang bersangkutan dari bidang studi yang diikuti atau dengan angka nilai rata-rata dari setiap bidang studi. Atau dengan melakukan analisis terhadap catatan mengenai proses belajar. Hasil analisa empiris terhadap catatan keterlambatan penyelesaian tugas, ketidakhadiran, kekurang aktifan dan kecenderungan berpartisipasi dalam belajar.
9. Melokalisasikan jenis faktor dan sifat yang menyebabkan mengalami berbagai kesulitan.
10. Memperkirakan alternatif pertolongan. Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya baik yang bersifat mencegah (preventif) maupun penyembuhan (kuratif).

Ada berbagai macam cara untuk mengidentifikasi siswa, di antaranya seorang konselor dapat menggunakan check list. Di samping penggunaan check list ini sangat efektif dan efesien terutama bila jumlah siswa banyak, check list ini bisa berfungsi sebagai alat pengayaan (screening device) untuk mengidentifikasi siswa yang perlu segera atau skala prioritas yang harus ditolong.

Proses pemecahan kesulitan belajar pada siswa yaitu dimulai dengan memperkirakan kemungkinan bantuan apakah siswa tersebut masih mungkin ditolong untuk mengatasi kesulitannya atau tidak, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang dialami oleh siswa tertentu, dan dimana pertolongan itu dapat diberikan. Perlu dianalisis pula siapa yang dapat memberikan pertolongan dan bantuan, bagaimana cara menolong siswa yang efektif, dan siapa saja yang harus dilibatkan dalam proses konseling.

Dalam proses pemberian bantuan, diperlukan bimbingan yang intensif dan berkelanjutan agar siswa dapat mengembangkan diri secara optimal dan menyesuaikan diri terhadap perkembangan pribadinya dan lingkungannya.

Kemampuan yang harus dimiliki konselor berkaitan dengan perannya sebagai seorang konselor, tiap individu konselor harus memiliki kemampuan yang profesional yaitu mampu melakukan langkah-langkah

  1. Mengumpulkan data tentang siswa 
  2. Mengamati tingkah laku siswa 
  3. Mengenal siswa yang memerlukan bantuan khusus 
  4. Mengadakan komunukasi dengan orang tua siswa untuk memperoleh keterangan dalam pendidikan anak. 
  5. Bekerjasama dengan masyarakat dan lembaga yang terkait untuk membantu memecahkan masalah siswa 
  6. Membuat catatan pribadi siswa 
  7. Menyelenggarakan bimbingan kelompok ataupun individual 
  8. Bekerjasama dengan konselor yang lain dalam menyusun program bimbingan sekolah 
  9. meneliti kemajuan siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah
Mengingat sedemikian pentingnya peranan dan tanggung jawab konselor, maka diperlukan dua persyaratan khusus bagi seorang konselor yaitu, memiliki gelar kesarjanaan dalam bidang psikologi dan mempunyai ciri-ciri dan kepribadian antara lain; dapat memahami orang lain secara objektif dan simpatik, mampu mengadakan kerjasama dengan orang lain dengan baik, memeliki kemampuan perspektif, memahami batas-batas kemampuan sendiri, mempunyai perhatian dan minat terhadap masalah pada siswa dan ada keinginan untuk membantu, dan harus memiliki sikap yang bijak dan konsisten dalam mengambil keputusan.

 Kesimpulan

a. Pengertian Diagnosa
menurut bahasa Diagnosis adalah penentuan suatu penyakit dengan meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya; mendiagnosi, menentukan suatu penyakit dengan meneliti atau memeriksa gejala-gejalanya.

Sedangkan menurut istilah adalah Diagnosis yaitu proses menentukan hakekat daripada kelainan atau ketidakmampuan dengan ujian dan melalui ujian tersebut dilakukan suatu penelitian yang hati-hati terhadap fakta-fakta untuk menentukan masalahnya. Sedangkan menurut Harriman dalam bukunya Handbook of Psychological Term, diagnosis adalah suatu analisis terhadap kelainan atau salah penyesuaian dari simptom-simptomnya. Dapat disimpulkan bahwa diagnosis adalah suatu cara menganalisis suatu kelainan dengan mengamati gejala-gejala yang Nampak dan dari gejala tersebut dicari faktor penyebab kelainan tadi.

b. Kesuliatan Belajar

Blassic dan Jones, menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh. Mereka selanjutnya menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan belajar adalah individu yang normal inteligensinya, tetapi menunjukkan satu atau beberapa kekurangan penting dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan, perhatian, ataupun fungsi motoriknya.

Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (
  1. learning disorder;
  2. learning disfunction;
  3. underachiever; 
  4. slow learner, dan
  5. learning diasbilities.

Menurut Burton, faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar individu dapat berupa faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam diri yang bersangkutan, dan faktor eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar diri yang bersangkutan.

c. Diagnosa Kesulitan Belajar
Diagnosis dalam proses belajar merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya.

Menurut Rosss dan Stanley, tahapan-tahapan diagnosis kesulitan belajar adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.
  • Who are the pupils having trouble ? (Siapa siswayang mengalami gangguan ?) 
  • Where are the errors located ? (Di manakah kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilokalisasikan ?) 
  • Why are the errors occur ? (Mengapa kelemahan-kelemahan itu terjadi ?) 
  • What are remedies are suggested? (Penyembuhan apa saja yang disarankan?) 
  • How can errors be prevented ? (Bagaimana kelemahan-kelemahan itu dapat dicegah ?)




Daftar Pustaka

  • Ahmadi ,Abu dan Tri Prasetya, Joko. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia 
  • Koestoer Partowisastro dan A. Hadisuparto. 1998. Diagnosis dan Pemecahan Kesulitan Belajar : Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
  •  Kamus besar bahasa Indonesia .2008. Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional
  •  Mulyasa, E. 2003.Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi.. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
  •  Mulyasa, E. 2004. Implementasi Kurikulum 2004; Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
  •  Mustakim dan Wahab, Abdul. 1991. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
  •  Ngalim, M. Purwanto. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
  •  Prayitno, dan Anti, Erman. 1995. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : P2LPTK Depdikbud
  •  Prayitno. 2003. Panduan Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Depdikbud Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah
  •  Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. 1995. Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Umum (SMU) Buku IV, Jakarta : IPBI
  •  Sujana, Nana. 1988. Dasar-dasar Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Aglesindo.
  •  Syamsuddin, Abin. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya
  •  Tohirin. 2005. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 
  • Udin S. Winataputra, dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka
  •  Winkel, W.S. 1991.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta : Gramedia