Selasa, 27 Desember 2011

Sejarah Bimbingan dan Konseling

BAB II


PEMBAHASAN



2.1 Sejarah Bimbingan dan Konseling di Dunia Internasional


Ø Di Amerika Serikat

Bimbingan dimulai pada abad 20 di Amerika dengan didirikannya suatu vocational bureau tahun 1908 oleh Frank Parsons yang utuk selanjutnya dikenal dengan nama the father of guidance yang menekankan pentingnya setiap individu diberikan pertolongan agar mereka dapat mengenal atau memahami berbagai perbuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya dengan tujuan agar dapat dipergunakan secara intelijensi denga memilih pekerjaan yang terbaik yang tepat bagi dirinya.[1]


Menurut Arthur E. Trax and Robert D North, dalam bukunya yang berjudul “Techniques of Guidance”, (1986), disebutkan beberapa kejadian penting yang mewarnai sejarah bimbingan diantaranya:[2]


1. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.


Timbul suatu gerakan kemanusiaan yang menitik beratkan pada kesejahteraan manusia dan kondisi sosialnya. Geraka ini membantu vocational bureau Parsons dalam bidang keungan agar dapat menolong anak-anak muda yang tidak dapat bekerja dengan baik.


2. Agama


Pada rohaniman berpandangan bahwa dunia adalah dimana ada pertentangan yang secara terus menerus antara baik dan buruk.


3. Aliran kesehatan mental


Timbul dengan tujuan perlakuan yang manusiawi terhadap penderita penyakit jiwa dan perhatian terhadap berbagai gejala, tingkat penyakit jiwa, pengobatan, dan pencegahannya, karna ada suatu kesadaran bahwa penyakit ini bias diobati apabila ditemukan pada tingkat yang lebih dini. Gerakan ii mendorong para pendidik untuk lebih peka terhadap masalah-masalah gangguan kejiwaan, rasa tidak aman, dan kehilangan identitas diantra anak-anak muda.


4. Perubahan dalam masyarakat


Akibat dari perang dunia 1 dan 2, pengangguran, depresi, perkembangan IPTEK, wajib belajar, mendorong beribu-ribu anak untuk masuk sekolah tanpa mengetahui untuk apa mereka bersekolah. Perubahan masyarakat semacam ini mendorong para pendidik untuk memperbaiki setiap anak sesuai dengan kebutuhannya agar mereka dapat menyelesaikan pendidikannya dengan berhasil.


5. Gerakan mengenal siswa sebagai individu


Gerakan ini erat sekali kaitannya dengan gerakan tes pengukuran. Bimbingan diadakan di sekolah disebabkan tugas sekolah untuk mengenal atau memahami siswa-siswanya secara individual. Karena sulitnya untuk mengenal atau memahami siswa secara individual atau pribadi, maka diciptakanlah berbagai teknik dan instrument diantaranya tes psikologis dan pengukuran.


Sampai awal abad ke-20 belum ada konselor disekolah. Pada saat itu pekerjaan-pekerjaan konselor masih ditangani oleh para guru.


Gerakan bimbingan disekolah mulai berkembang sebagai dampak dari revolusi industri dan keragaman latar belakang para siswa yang masuk kesekolah-sekolah negeri. Tahun 1898 Jesse B. Davis, seorang konselor di Detroit mulai memberikan layanan konseling pendidikan dan pekerjaan di SMA. Pada tahun 1907 dia memasukkan program bimbingan di sekolah tersebut.[3]


Pada waktu yang sama para ahli yang juga mengembangkan program bimbingan ini diantaranya; Eli Weaper, Frank Parson, E.G Will Amson, Carlr. Rogers. Eli Weaper pada tahun 1906 menerbitkan buku tentang “memilih suatu karir” dan membentuk komite guru pembimbing disetiap sekolah menengah di New York. Kamite tersebut bergerak untuk membantu para pemuda dalam menemukan kemampuan-kemampuan dan belajar tentang bimbingan menggunakan kemampuan-kemampuan tersebut dalam rangka menjadi seorang pekerja yang produktif.[4]


Frank Parson dikenal sebagai “Father of The Guedance Movement in American Education”. Mendirikan biro pekerjaan tahun 1908 di Boston Massachussets, yang bertujuan membantu pemuda dalam memilih karir uang didasarkan atas proses seleksi secara ilmiyah dan melatih guru untuk memberikan pelayanan sebagai koselor. Bradley (John J.Pie Trafesa et. al., 1980) menambah satu tahapan dari tiga tahapan tentang sejarah bimbingan menurut Stiller, yaitu sebagai berikut:[5]
Vocational exploration : Tahapan yang menekankan tentang analisis individual dan pasaran kerja
Metting Individual Needs: Tahapan yang menekankan membantu individu agar meeting memperoleh kepuasan kebutuhan hidupnya. Perkembangan BK pada tahapan ini dipengaruhi oleh diri dan memecahkan masalahnya sendiri.
Transisional Professionalism: Tahapan yang memfokuskan perhatian kepada upaya profesionalisasi konselor
Situasional Diagnosis: Tahapan sebagai periode perubahan dan inovasi pada tahapan ini memfokuskan pada analisis lingkungan dalam proses bimbingan dan gerakan cara-cara yang hanya terpusat pada individu.


Upaya layanan bimbingan dan konseling secara profesional lahir di Amerika Serikat dan berkembang pesat abad ke-20. Banyak faktor yang mendorong pesatnya perkembangan disiplin ilmu ini, hingga mampu menerobos di institusi-institusi pendidikan, khususnya sekolah. Sedikitnya, terdapat enam faktor yang melopori perkembangan bimbingan konseling di negeri paman sam tersebut.[6]


1. Perhatian pemerintah terhadap penduduk imigran yang datang ke Amerika Serikat dari kawasan Eropa, mereka mambutuhkan pekerjaan yang klayak,dari situlah kemudian mendapat layanan dari biro-biro vokasional pemerintah, yang melalui penyuluhan-penyuluhan untuk mengarahkan bakat dan minat mereka agar pekerjaan yang di dapat sesuia dengan potensi mereka.


2. Pandangan Kristen yang beranggapan bahwa dunia adalah tempat pertempuran antara kejuatan baik dan buruk, atas dasar ini maka berbagai lembaga pendidikan di wajibkan mengajarkan moral kebaikan agar anak didiknya kelak menjadi pemenang dalam melawan kejahatan atau keburukan tersebut.


3. Pengaruh dari disiplin ilmu kesehatan mental yang pada awalnya memperjuangkan perlakuan manusiawi kepada orang-orang yang terkena gangguan jiwa dan sedang di tampung di rumah sakit. Kemudian disiplin ilmu ini melakukan gerakan antisipasi terhadap gangguan mental kepada masyarakat. Sebab mereka berangggapan bahwa gangguan mental dapat di cegah jika mampu dideteksi sejak dini. Bahkan lembaga-lembaga pendidikan turut didesak untuk memperhatikan kesehatan mental anak didiknya.


4. Dampak dari gerakan testing psikologis yang semakin mengembangkan sayapnya dalam membuat instrumen-instrumen berupa tes-tes kepribadian untuk menyeleksi karyawan di berbagai perusahaan.


5. Subsidi dari pemerintah terhadap federal yang memungkinkan lembaga-lembaga pendidikan untuk menagangkat beberapa konselor untuk menangani bimbingan karier, pendidikan karier, penanggulangan kenakalan remaja, antisipasi terhadap penggunaan obat bius, serta prevensi terhadap merebaknya berbagai penyakit kelamin.


6. Pengaruh daari penyakit terapi nondirektif (client cetered therapy), yang dikembangkan oleh Carl Rogers, dengan menggantikan pendekatan otoriter serta paternalistic dengan pendekatan pada potensi personal kliennya.[7]


Faktor-faktor di atas telah mendorong berbagai pihak untuk mengembangkan bimbingan konseling secara lebih luas tidak hanya penyuluhan di bidang karier semata, melainkan meluas ke berbagai wilayah-wilayah dan berbagai institusi-institusi.[8]


2.2 Sejarah Bimbingan dan Konseling di Indonesia

Perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan di Negara asalnya Negara Amerikat Serikat. Bermula dari banyaknya pakar pendidikan yang telah menamatkan studinya di negeri paman Sam dan kembali ke Indonesia dengan membawa konsep-konsep bimbingan dan konseling yang baru. Hal itu terjadi sekitar tahun 60-an. Tidak dapat di bantah bahwa para pakar pendidikan itu telah menggunakan dasar-dasar pemikiran yang diambil dari pustaka Amerika Serikat. Khusus mengenai pandangan terhadap anak didik yaitu bahwa anak didik mempunyai potensi untuk berkembang karena itu pendidikan harus memberikan situasi kondusif bagi perkembangan potensi secara optimal.[9]


Potensi yang dimaksud adalah potensi yang baik, yang bermanfaat bagi anak dan masyarakatnya. Pandangan itu bersumber kesombongan intelektual (intellectual arrogance). Namun aspek lain yang dianggap positif adalah paham demokratis, dimana manusia dihargai harkat kemanusiaan, mengembangkan sikap empati, terbuka, memahami dan sebagainya. Sikap-sikap tersebut amat mendukung bagi kegiatan bimbingan dan konseling.[10]


Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 beridiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan “pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.


Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan mereka.


Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai jelas.


Untuk kondisi Indonesia, sebaiknya diterapkan paham humanistic-religius. Artinya menghargai manusia atau potensinya, namun kataatan kepada Tuhan tetap tidak terabaikan. Sehingga bimbingan dan konseling manjurus kepada pengembangan potensi dan penyerahan diri kepada Allah SWT. Dengan penyerahan diri yang bulat, maka masalah yang dihadapi akan lebih mudah diatasi. Karena persoalan diri yang rumit biasanya bersumber dari adanya jarak individu dengan yang Maha Kuasa.[11]


Perkembangan Bimbingan dan konseling di Indonesia cenderung berorientasi layanan pendidikan (instruksional) dan pencegahan. Sejak tahun 1975 bimbingan dan konseling di galakkan di sekolah-sekolah. Upaya ini bertujuan untuk memberikan bantuan kepada siswa sehingga ia dapat berkembang seoptiomal mungkin. Di sini amat terlihat konsep barat mendominasi bimbingan dan konseling di sekolah.[12]


Dalam pelaksanaaanya bimbingan dan konseling di sekolah-sekolah lebih banyak menangani kasus-kasus siswa bermasalah daripada pengembangan potensi siswa. Di samping itu, konsep perkembangan optimal harus dalam keseimbangan perkembangan otak dan agama. Karena itu aspek penting yakni agama harus mendapat tempat yang layak dalam bimbingan dan konseling.


Jadi Indonesia memasukan bimbingan dan konseling dengan memusatkan pada jenjang pendidikan menengah atas. Dan secara langsung pada ranah pendidikan tidak melalui bimbingan karier atau pendidikan karier sebagaimana perkembangan konseling di Amerika.[13]


Sejarah bimbingan dan konseling di Indonesia, Pelayanan Konseling dalam sistem pendidikan Indonesia mengalami beberapa perubahan nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan sekarang. Layanan BK sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun 1962. Namun BK baru diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan kurikulum 1975. Kemudian disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan memasukkan bimbingan karir didalamnya. Perkembangan BK semakin mantap pada tahun 2001.[14]






Ø Perkembangan bimbingan dan konseling sebelum kemerdekaan


Masa ini merupakan masa penjajahan Belanda dan Jepang, para siswa didiik untuk mengabdi demi kepentingan penjajah. Dalam situasi seperti ini, upaya bimbingan dikerahkan. Bangsa Indonesia berusaha untuk memperjuangkan kemajun bangsa Indonesia melalui pendidikan. Salah satunya adalah taman siswa yang dipelopori oleh K.H. Dewantara yang menanamkan nasionalisme di kalangan para siswanya. Dari sudut pandang bimbingan, hal tersebut pada hakikatnya adalah dasar bagi pelaksanaan bimbingan.[15]


Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK, munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK, berbagai kritik muncul sebagai wujud kekecewaan atas kinerja Guru Pembimbing sehingga terjadi kesalahpahaman, persepsi negatif dan miskonsepsi berlarut. Masalah menggejala diantaranya: konselor sekolah dianggap polisi sekolah, BK dianggap semata-mata sebagai pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani masalah yang insidental, BK dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK melayani ”orang sakit” dan atau ”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus aktif sementara pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh siapa saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil pekerjaan BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien, memusatkan usaha BK pada penggunaan instrumentasi BK (tes, inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi untuk menangani masalah-masalah yang ringan saja.


Ø Dekade 40-an


Dalam bidang pendidikan, pada dekade 40-an lebih banyak ditandai dengan perjuangan merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Melalui pendidikan yang serba darurat mkala pada saat itu di upayakan secara bertahap memecahkan masalah besar anatara lain melalui pemberantasan buta huruf. Sesuai dengan jiwa pancasila dan UUD 45. Hal ini pulalaah yang menjadi focus utama dalam bimbingan pada saat itu.[16]


Ø Dekade 50-an


Bidang pendidikan menghadapi tentangan yang amat besar yaitu memecahkan masalah kebodohan dan keterbelakangan rakyat Indonesia. Kegiatan bimbingan pada masa dekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai kegiatan pendidikan dan benar benar menghadapi tantangan dalam membantu siswa disekolah agar dapat berprestasi.[17]










Ø Dekade 60-an


Beberapa peristiwa penting dalam pendidikan pada dekade ini :
Ketetapan MPRS tahun 1966 tentang dasar pendidikan nasional
Lahirnya kurikulum SMA gaya Baru 1964
Lahirnya kurikulum 1968
Lahirnya jurusan bimbingan dan konseling di IKIP tahun 1963


Keadaan diatas memberikan tantangan bagi keperluan pelayanan bimbinga dan konseling disekolah.[18]


Ø Dekade 70-an


Dalam dekade ini bimbingan di upayakan aktualisasi nya melalui penataan legalitas sistem, dan pelaksanaannya. Pembangunan pendidikan terutama diarahkan kepada pemecahan masalah utama pendidikan yaitu :
Pemerataan kesempatan belajar,
Mutu,
Relevansi, dan
Efisiensi.


Pada dekade ini, bimbingan dilakukan secara konseptual, maupun secara operasional. Melalui upaya ini semua pihak telah merasakan apa, mengapa, bagaimana, dan dimana bimbingan dan konseling.[19]


Ø Dekade 80-an


Pada dekade ini, bimbingan ini diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk menuju kepada perwujudan bimbingan yang professional. Dalam dekade 80-an pembangunan telah memasuki Repelita III, IV, dan V yang ditandai dengan menuju lepas landas.


Beberapa upaya dalam pendidikan yang dilakukan dalam dekade ini:
Penyempurnaan kurikulum
Penyempurnaan seleksi mahasiswa baru
Profesionalisasi tenaga pendidikan dalam berbagai tingkat dan jenis
Penataan perguruan tinggi
Pelaksnaan wajib belajar
Pembukaan universitas teruka
Ahirnya Undang – Undang pendidikan nasional


Beberapa kecenderungan yang dirasakan pada masa itu adalah kebutuhan akan profesionalisasi layanan, keterpaduan pengelolaan, sistem pendidikan konselor, legalitas formal, pemantapan organisasi, pengmbangan konsep – konsep bimbingan yang berorientasi Indonesia, dan sebagainya.[20]


Ø Meyongsong era Lepas landas


Era lepas landas mempunyai makna sebagai tahap pembangunan yang ditandai dengan kehidupan nasional atas kemampuan dan kekuatan sendiri khususnya dalam aspek ekonomi. Cirri kehidupan lepas landas ditandai dengan keberadaan dan berkembang atas dasar kekuatan dan kemampuan sendiri, maka cirri manusia lepas landas adalah manusia yang mandiri secara utuh dengan tiga kata kunci : mental, disiplin, dan integrasi nasional yang diharapkan terwujud dalam kemampuannya menghadapi tekanan – tekanan zaman baru yang berdasarkan peradaban komunikasi informasi.[21]






Ø Bimbingan berdasarkan pancasila


Bimbingan mempunyai peran yang amat penting dan strategis dalam perjalanan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Manusia Indonesia yang dicita-citakan adalah manusia pancasila dengan cirri-ciri sebagaimana yang terjabar dalam P-4 sebanyak 36 butir bagi bangsa Indonesia, pancasila merupakan dasar Negara, pandangan hidup, kepribadian bangsa dan idiologi nasional. Sebagai bangsa, pancasila menuntut bangsa Indonesia mampu menunjukkan ciri-ciri kepribadiannya ditengah-tengah pergaulan dengan bangsa lain. Bimbingan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan dan mempunyai tanggung jawab yang amat besar guna mewujudkan manusia pancasila karena itu seluruh kegiatan bimbingan di Indonesia tidak lepas dari pancasila.[22]





BAB III


PENUTUP


3.1 Kesimpulan


Bimbingan dimulai pada abad 20 di Amerika dengan didirikannya suatu vocational bureau tahun 1908 oleh Frank Parsons yang utuk selanjutnya dikenal dengan nama the father of guidance yang menekankan pentingnya setiap individu diberikan pertolongan agar mereka dapat mengenal atau memahami berbagai perbuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya dengan tujuan agar dapat dipergunakan secara intelijensi denga memilih pekerjaan yang terbaik yang tepat bagi dirinya.


Terdapat enam faktor yang melopori perkembangan bimbingan konseling di negeri paman sam tersebut:
Perhatian pemerintah terhadap penduduk imigran yang datang ke Amerika Serikat dari kawasan Eropa.
Pandangan Kristen yang beranggapan bahwa dunia adalah tempat pertempuran antara kejuatan baik dan buruk.
Pengaruh dari disiplin ilmu kesehatan mental yang pada awalnya memperjuangkan perlakuan manusiawi.
Dampak dari gerakan testing psikologis yang semakin mengembangkan sayapnya dalam membuat instrumen-instrumen berupa tes-tes kepribadian untuk menyeleksi karyawan di berbagai perusahaan.
Subsidi dari pemerintah terhadap federal yang memungkinkan lembaga-lembaga pendidikan untuk menagangkat beberapa konselor untuk menangani bimbingan karier.
Pengaruh daari penyakit terapi nondirektif (client cetered therapy).


Perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan di Negara asalnya Negara Amerikat Serikat. Bermula dari banyaknya pakar pendidikan yang telah menamatkan studinya di negeri paman Sam dan kembali ke Indonesia dengan membawa konsep-konsep bimbingan dan konseling yang baru. Hal itu terjadi sekitar tahun 60-an. Tidak dapat di bantah bahwa para pakar pendidikan itu telah menggunakan dasar-dasar pemikiran yang diambil dari pustaka Amerika Serikat. Khusus mengenai pandangan terhadap anak didik yaitu bahwa anak didik mempunyai potensi untuk berkembang karena itu pendidikan harus memberikan situasi kondusif bagi perkembangan potensi secara optimal.


Perkembangan bimbingan dan konseling sebelum kemerdekaan dibagi menjadi beberapa periode:


Ø Dekade 40-an
Ø Dekade 50-an
 Dekade 60-an
Ø Dekade 70-an
Ø Dekade 80-an
Ø Meyongsong era Lepas landas
Ø Bimbingan berdasarkan pancasila.



DAFTAR RUJUKAN


Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor. Naskah Akademik ABKIN (dalam proses finalisasi).


Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2005). Standar Kompetensi Konselor Indonesia. Bandung: ABKIN


Bandura, A. (Ed.). (1995). Self-Efficacy in Changing Soceties. Cambridge, UK: Cambridge University Press.


Proyitno, 2006, Spektrum dan Keprofesian Profesi Konseling, Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang.


Sanjaya, Ade 2011, ”Sejarah Bimbingan Konseling”,http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/01/sejarah-bimbingan-konseling.html.


Suyadi. 2010. Bimbingan Konseling untuk PAUD.


http://tivachemchem.blogspot.com/2010/10/sejarah-bimbingan-konseling.html.


Willis, Sofyan S. 2007. Konseling Individual Teori dan Praktek..Bandung: CV Alphabeta.










[1] Ade Sanjaya,” Sejarah Bimbingan Konseling ”,http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/01/sejarah-bimbingan-konseling.html, diakses tanggal 3 mei 2011