Jumat, 30 Desember 2011

Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling

Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dari seorang yang ahli, namun tidak sesederhana itu untuk memahami pengertian dari bimbingan. Pengertian tetang bimbingan formal telah diusahakan orang setidaknya sejak awal abad ke-20, yang diprakarsai oleh Frank Parson pada tahun 1908. Sejak itu muncul rumusan tetang bimbingan sesuai dengan perkembangan pelayanan bimbingan, sebagai suatu pekerjaan yang khas yang ditekuni oleh para peminat dan ahlinya. Pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli memberikan pengertian yang saling melengkapi satu sama lain.

Maka untuk memahami pengertian dari bimbingan perlu mempertimbangkan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut :

“Bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih,mempersiapkan diri dan memangku suatu jabatan dan mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya” (Frank Parson ,1951).



Frank Parson merumuskan pengertian bimbingan dalam beberapa aspek yakni bimbingan diberikan kepada individu untuk memasuki suatu jabatan dan mencapai kemajuan dalam jabatan. Pengertian ini masih sangat spesifik yang berorientasi karir.

“Bimbingan membantu individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri” (Chiskolm,1959).

Pengertian bimbingan yang dikemukan oleh Chiskolm bahwa bimbingan membantu individu memahami dirinya sendiri, pengertian menitik beratkan pada pemahaman terhadap potensi diri yang dimiliki.

“Bimbingan merupakan kegiatan yang bertujuan meningkatkan realisasi pribadi setiap individu” (Bernard & Fullmer ,1969).

Pengertian yang dikemukakan oleh Bernard & Fullmer bahwa bimbingan

dilakukan untuk meningkatakan pewujudan diri individu. Dapat dipahami bahwa bimbingan membantu individu untuk mengaktualisasikan diri dengan lingkungannya.

“Bimbingan sebagai pendidikan dan pengembangan yang menekankan proses belajar yang sistematik” (Mathewson,1969).

Mathewson mengemukakan bimbingan sebagai pendidikan dan pengembangan yang menekankan pada proses belajar. Pengertian ini menekankan bimbingan sebagai bentuk pendidikan dan pengembangan diri, tujuan yang diinginkan diperoleh melalui proses belajar.

Dari beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli maka dapat diambil kesimpulan tentang pengertian bimbingan yang lebih luas, bahwa bimbingan adalah :

“Suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus untuk itu, dimaksudkan agar individu dapat memahami dirinya, lingkunganya serta dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat”

Layanan-Layanan Bimbingan

1. Layanan Pengumpulan data
2. Layanan Informasi
3. Layanan penempatan
4. Layanan konseling kelompok dan individu
5. Layanan referal
6. Layanan pembelajaran
7. Layanan bimbingan kelompok
8. Layanan konsultasi
9. Layanan konferensi kasus
10. Layanan home visit

2.2 Tujuan Bimbingan dan konseling di Sekolah

a. Tujuan diberikannya layanan Bimbingan dan Konseling
  1. Menghayati nilai-nilai agama sebagai pedoman dalam berperilaku 
  2. Berperilaku atas dasar keputusan yang mempertimbangkan aspek-aspek nilai dan berani menghadapi resiko. 
  3. Memiliki kemampuan mengendalikan diri (self-control) dalam mengekspresikan emosi atau dalam memenuhi kebutuhan diri. 
  4. Mampu memecahkan masalah secara wajar dan objektif. 
  5. Memelihara nilai-nilai persahabatan dan keharmonisan dalamberinteraksi dengan orang lain. 
  6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kodrati laki-laki atau perempuan sebagai dasar dalam kehidupan sosial 
  7. Mengembangkan potensi diri melalui berbagai aktivitas yang positif 
  8. Memperkaya strategi dan mencari peluang dalam berbagai tantangan kehidupan yang semakin kompetitif. 
  9. Mengembangkan dan memelihara penguasaan perilaku, nilai, dan kompetensi yang mendukung pilihan karir. 
  10. Meyakini nilai-nilai yg terkandung dalam pernikahan dan berkeluarga sebagai upaya untuk menciptakan masyarakat yg bermartabat

b. Tujuan bimbingan konseling di sekolah

Pelayanan bimbingan dan konseling mengemban sejumlah fungsi yang

hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling.

Fungsi-fungsi tersebut adalah :

  • Fungsi pemahaman yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik pemahaman meliputi :

  1.  Pemahaman tentang diri sendiri peserta didik terutama oleh peserta didik sendiri, orang tua, guru pada umumnya dan guru pembimbing. 
  2. Pemahaman tentang lingkungan peserta didik (termasuk didalamnya lingkungan keluarga dan sekolah) terutama oleh peserta didik sendiri, orang tua, guru pada umumnya dan guru pembimbing. 
  3. Pemahaman lingkungan yang lebih luas (termasuk didalamnya informasi jabatan/pekerjaan, informasi social dan budaya/nilainilai) terutama oleh peserta didik.
  • Fungsi pencegahan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan tercegahnya dan terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul yang akan dapat mengganggu, menghambat, ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian tertentu dalam proses perkembangannya. Fungsi penuntasan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik. 
  • .Fungsi pemeliharaan dan pengembangan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpeliharanya danterkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
  •  Fungsi-fungsi tersebut diwujudkan melalui diselenggarakannya berbagai jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling untuk mencapai hasil sebagaimana terkandung didalam masing-masing fungsi itu. Setiap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan harus secara langsung mengacu kepada satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut agar hasilhasil yang dicapainya secara jelas dapat diidentifikasi dan dievaluasi



2.3 Pelaksanaan Bimbingan Konseling di SLTA

a. Bimbingan Konseling di Sekolah Mengah

Tujuan pendidikan menengah acap kali dibiaskan oleh pandangan umum; demi mutu keberhasilanakademis seperti persentase lulusan, tingginya nilai Ujian Nasional, atau persentase kelanjutan ke perguruan tinggi negeri. Kenyataan ini sulit dimungkiri, karena secara sekilas tujuan kurikulum menekankan penyiapan peserta didik (sekolah menengah umum/SMU) untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau penyiapan peserta didik (sekolah menengah kejuruan/SMK) agar sanggup memasuki dunia kerja.

Penyiapan peserta didik demi melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi akan melulu memperhatikan sisi materi pelajaran, agar para lulusannya dapat lolos tes masuk perguruan tinggi. Akibatnya, proses pendidikan di jenjang sekolah menengah akan kehilangan bobot dalam proses pembentukan pribadi. Betapa pembentukan pribadi, pendampingan pribadi, pengasahan nilai-nilai kehidupan (values) dan pemeliharaan kepribadian siswa (cura personalis) terabaikan. Situasi demikian diperparah oleh kerancuan peran di setiap sekolah. Peran konselor dengan lembaga bimbingan konseling (BK) direduksi sekadar sebagai polisi sekolah. Bimbingan konseling yang sebenarnya paling potensial menggarap pemeliharaan pribadi-pribadi, ditempatkan dalam konteks tindakan-tindakan yang menyangkut disipliner siswa. Memanggil, memarahi, menghukum adalah proses klasik yang menjadi label BK di banyak sekolah. Dengan kata lain, BK diposisikan sebagai “musuh” bagi siswa bermasalah atau nakal. merujuk pada rumusan Winkel untuk menunjukkan hakikat bimbingan konseling di sekolah yang dapat mendampingi siswa dalam beberapa hal. Pertama, dalam perkembangan belajar di sekolah (perkembangan akademis). Kedua, mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi mereka, sekarang maupun kelak. Ketiga, menentukan cita-cita dan tujuan dalam hidupnya, serta menyusun rencana yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Keempat, mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajar di sekolah dan terlalu mempersukar hubungan dengan orang lain, atau yang mengaburkan cita-cita hidup. Empat peran di atas dapat efektif, jika BK didukung oleh mekanisme struktural di suatu sekolah.

Proses cura personalis di sekolah dapat dimulai dengan menegaskan pemilahan peran yang saling berkomplemen. Bimbingan konseling dengan para konselornya disandingkan dengan bagian kesiswaan. Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan dihadirkan untuk mengambil peran disipliner dan hal-hal yang berkait dengan ketertiban serta penegakan tata tertib. Siswa mbolosan, berkelahi, pakaian tidak tertib, bukan lagi konselor yang menegur dan memberi sanksi. Reward dan punishment, pujian dan hukuman adalah dua hal yang mesti ada bersama-sama. Pemilahan peran demikian memungkinkan BK optimal dalam banyak hal yang bersifat reward atau peneguhan. Jika tidak demikian, BK lebih mudah terjebak dalam tindakan hukum-menghukum.

Kedudukan guru pembimbing dalam penanganan efektif memegang peranan utama. Ia sekaligus sebagai perencana, pelaksana, pengelola, pengendali, penilai, dan pada akhirnya menjadi pelapor dari hasil pelaksanaan layanannya. Pengertian instrument utama disini memang tepat karena ia menjadi segala-galanya dari keseluruhan proses bimbingan konseling. Dia pulalah yang menggerakkan staf personil pelaksana yang terkait untuk melaksanakan bimbingan sesuai dengan kewajiban dan tugas mereka dalam bimbingan dan konseling. Guru pembimbinglah yang memberikan bentuk nyata bimbingan dan konseling disekolahnya, bukan hanya bentuk abstrak yang ada dalam pikirannya. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dilapangan, maka tidak ada pilihan lain dan hanya dialah yang pertama-tama harus tampil, bukan alat dan perlengkapan serta fasilitas lainnya.

Mendesak untuk diwujudkan, prinsip keseimbangan dalam pendampingan orang-orang muda yang masih dalam tahap pencarian diri. Orang-orang muda di sekolah menengah lazimnya dihadapkan pada celaan, cacian, cercaan, dan segala sumpah-serapah kemarahan jika membuat kekeliruan. Namun, jika melakukan hal-hal yang positif atau kebaikan, kering pujian, sanjungan atau peneguhan. Betapa ketimpangan ini membentuk pribadi-pribadi yang memiliki gambaran diri negatif belaka. Jika seluruh komponen kependidikan di sekolah bertindak sebagai yang menghakimi dan memberikan vonis serta hukuman, maka semakin lengkaplah pembentukan pribadi-pribadi yang tidak seimbang.

BK dapat diposisikan secara tegas untuk mewujudkan prinsip keseimbangan. Lembaga ini menjadi tempat yang aman bagi setiap siswa untuk datang membuka diri tanpa waswas akan privacy-nya. Di sana menjadi tempat setiap persoalan diadukan, setiap problem dibantu untuk diuraikan, sekaligus setiap kebanggaan diri diteguhkan. Bahkan orangtua siswa dapat mengambil manfaat dari pelayanan bimbingan di sekolah, sejauh mereka dapat ditolong untuk lebih mengerti akan anak mereka.

Tantangan pertama untuk memulai suatu proses pendampingan pribadi yang ideal justru datang dari faktor-faktor instrinsik sekolah sendiri. Kepala sekolah kurang tahu apa yang harus mereka perbuat dengan konselor atau guru-guru BK. Ada kekhawatiran bahwa konselor akan memakan “gaji buta”. Akibatnya, konselor mesti disampiri tugas-tugas mengajar keterampilan, sejarah, jaga kantin, mengurus perpustakaan, atau jika tidak demikian hitungan honor atau penggajiannya terus dipersoalkan jumlahnya. Sesama staf pengajar pun mengirikannya dengan tugas-tugas konselor yang dianggapnya penganggur terselubung. Padahal, betapa pendampingan pribadi menuntut proses administratif dalam penanganannya.

BK yang baru dilirik sebelah mata dalam proses pendidikan tampak dari ruangan yang disediakan. Bisa dihitung dengan jari, berapa jumlah sekolah yang mampu (baca: mau!) menyediakan ruang konseling memadai. Tidak jarang dijumpai, ruang BK sekadar bagian dari perpustakaan (yang disekat tirai), atau layaknya ruang sempit di pojok dekat gudang dan toilet. Betapa mendesak untuk dikedepankan peran BK dengan mencoba menempatkan kembali pada posisi dan perannya yang hakiki. Menaruh harapan yang lebih besar pada BK dalam pendampingan pribadi, sekarang ini begitu mendesak, jika mengingat kurikulum dan segala orientasinya tetap saja menjunjung supremasi otak. Untuk memulai mewujudkan semua itu, butuh perubahan paradigma para kepala sekolah menengah dan semua pihak yang terlibat didalam proses kependidikan.

b. Program Bimbingan dan Konseling

Program bimbingan dan konseling merupakan kegiatan layanan dan kegiatan pendukung yang akan dilaksanakan pada periode tertentu.

1. Jenis Program

a. Program tahunan yang didalamnya meliputi program semesteran dan bulanan yaitu program yang akan dilaksanakan selama satu tahun pelajaran dalam unit semesteran dan bulanan. Program ini mengumpulkan seluruh kegiatan selama satu tahun untuk masingmasing kelas. Program tahunan dipecah menjadi program semesteran dan program semesteran dipecah menjadi program bulanan.

b. Program bulanan yang didalamnya meliputi program mingguan dan harian, yatiu program yang akan dilaksanakan selama satu bulan dalam unit mingguan dan harian. Program ini mengumpulkan seluruh kegiatan selama satu bulan untuk kurun bulan yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya dengan modifikasi sesuai dengan kebutuhan siswa. Program bulanan merupakan jabaran dari program semesteran, sedangkan program mingguan merupakan jabaran dari program bulanan.

c. Program harian yaitu program yang akan dilaksanakan pada hari-hari tertentu dalam satu minggu. Program harian merupakan jabaran dari program mingguan untuk kelas tertentu. Program ini dibuat secara teretulis pada satuan layanan (satlan) dan atau kegiatan pendukung (satkung) bimbingan dan konseling.

o Tahap-tahap Pelaksanaan Program Satuan Kegiatan

Pelaksanaan program satuan kegiatan yaitu kegiatan layanan dan kegiatan pendukung merupakan ujung tombak kegiatan bimbingan dan konseling secara keseluruhan.

Tahap-tahap yang perlu di tempuh adalah :
  1. Tahap perencanaan, program satuan layanan dan kegiatan pendukung direncanakan secara tertulis dengan memuat sasaran, tujuan, materi, metode, waktu, tempat dan rencana penilaian. 
  2. Tahap pelaksanaan, program tertulis satuan kegiatan (layanan atau pendukung) dilaksanakan sesuai dengan perencanaannya. 
  3. Tahap penilaian, hasil kegiatan diukur dengan nilai. 
  4. Tahap analisis hasil, hasil penilaian dianalisis untuk mengetahui aspekaspek yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut. 
  5. Tahap tindak lanjut, hasil kegiatan ditindaklanjuti berdasarkan hasil analisis yang dilakukan sebelumnya, melalui layanan dan atau kegiatan pendukung yang relevan.
Kegiatan Bimbingan dan Konseling Di Sekolah

Sebagaimana disebutkan dalam berbagai ketentuan yang dikutip pada awal ini, kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah terutama dibebankan kepada Guru Pembimbing di SMP/SMA, dan kepada Guru Kelas (di SD).Untuk dapat mengemban dan mengembangkan pelayanan bimbingan dan konseling dengan pengertian, tujuan, fungsi, prinsip, asas, jenis-jenis layanan dan kegiatan pendukung, serta jenis-jenis program sebagaimana dikemukakan di atas, diperlukan tenaga yang benar-benar berkemampuan, baik ditinjau dari personalitasnya maupun profesionalitasnya

1. Modal Personal

Modal dasar yang akan menjamin suksesnya penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah berupa karakter personal yang ada dan dimiliki oleh tenaga penyelenggara bimbingan dan konseling. Modal personal tersebut adalah :
  • erwawasan luas, memiliki pandangan dan pengetahuan yang luas, terutama tentang perkembangan peserta didik pada usia sekoahnya, perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi/kesenian dan proses pembelajarannya, serta pengaruh lingkungan dan modernisasi terhadap peserta didik. 
  • Menyayangi anak, memiliki kasih sayang terhadap peserta didik, rasa kasih sayang ini ditampilkan oleh Guru Pembimbing/Guru Kelas benar-benar dari hati sanubarinya (tidak berpura-pura atu dibuat-buat) sehingga peserta didik secara langsung merasakan kasih sayang itu. 
  • Sabar dan bijaksana, tidak mudah marah dan atau mengambil tindakan keras dan emosional yang merugikan peserta didik serta tidak sesuai dengan kepentingan perkembangan mereka, segala tindakan yang diambil Guru Pembimbing/Guru Kelas didasarkan pada pertimbangan yang matang 
  • Lembut dan baik hati, tutur kata dan tindakan Guru Pembimbing/ Guru Kelas selalu mengenakkan hati, hangat dan suka menolong. 
  • Tekun dan teliti, Guru Pembimbing/Guru Kelas setia menemani tingkah laku dan perkembangan peserta didik sehari-hari dari waktu ke waktu, dengan memperhatikan berbagai aspek yang menyertai tingkah laku dan perkembangan tersebut. 
  • Menjadi contoh, tingkah laku, pemikiran , pendapat dan ucapanucapan Guru Pembimbing/Guru Kelas tidak tercela dan mampu menarik peserta didik untuk mengikutinya dengan senang hati dan suka rela. 
  • Tanggap dan mampu mengambil tindakan, Guru Pembimbing/Guru Kelas cepat memberikan perhatian terhadapa apa yang terjadi dan atau mungkin terjadi pada diri peserta didik, serta mengambil tindakan secara tepat untuk mengatasi dan atau mengantisipasi apa yang terjadi dan mungkin apa yang terjadi itu. 
  • Memahami dan bersikarp positif terhadap pelayanan bimbingan dan konseling, Guru Pembimbing/Guru Kelas memahami tujuan serta seluk beluk layanan bimbingan dan konseling dan dengan bersenang hati berusaha sekuat tenaga melaksanakannya secara professional sesuai dengan kepantingan dan perkembangan peserta didik.

2. Modal Profesional

Modal professional mencakup kemantapan wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap dalam bidang kajian pelayanan bimbingan dan konseling. Semuanya itu dapat diperoleh melalui pendidikan dan atau pelatihan khusus dalam program pendidikan bimbingan dan konseling. Dengan modal professional itu, seorang tenaga pembimbing (Guru Pembimbing dan Guru Kelas) akan mampu secara nyata melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling menurut kaidah-kaidah keilmuannya, teknologinya dan kode etik profesionalnya. Apabila modal personal dan modal profesional tersebut dikembangkan

dan dipadukan dalam diri Guru Pembimbing dan Guru Kelas serta diaplikasikan dalam wujud nyata terhadap peserta didik yaitu dalam bentuk kegiatan dan layanan pendukung bimbingan dan konseling, dapat diyakni pelayanan bimbingan dan konseling akan berjalan dengan lancar dan sukses.

3. Modal Instrumental

Pihak sekolah atau satuan pendidikan perlu menunjang perwujudan kegiatan Guru Pembimbing dan Guru Kelas itu dengan menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang merupakan modal instrumental bagi suksesnya bimbingan dan konseling, seperti ruangan yang memadai, perlengkapan kerja sehari-hari, instrument BK dan sarana pendukung lainnya. Dengan kelengkapan instrumental seperti itu kegiatan bimbingan dan

konseling akan memperlancar dalam keberhasilannya akan lebih
dimungkinkan. Disamping itu, suasana profesional pengembangan peserta didik secara
menyeluruh perlu dikembangkan oleh seluruh personil sekolah. Suasana
profesional ini, selain mempersyaratkan teraktualisasinya ketiga jenis modal
tersebut, terlebih-lebih lagi adalah terwujudnya saling pengertian, kerjasama
dan saling membesarkan diantara seluruh personil sekolah.



Bab III

Penutup

1. Kesimpulan

Tujuan pendidikan menengah acap kali dibiaskan oleh pandangan umum; demi mutu keberhasilanakademis seperti persentase lulusan, tingginya nilai Ujian Nasional, atau persentase kelanjutan ke perguruan tinggi negeri. Kenyataan ini sulit dimungkiri, karena secara sekilas tujuan kurikulum menekankan penyiapan peserta didik (sekolah menengah umum/SMU) untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau penyiapan peserta didik (sekolah menengah kejuruan/SMK) agar sanggup memasuki dunia kerja.

Penyiapan peserta didik demi melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi akan melulu memperhatikan sisi materi pelajaran, agar para lulusannya dapat lolos tes masuk perguruan tinggi. Akibatnya, proses pendidikan di jenjang sekolah menengah akan kehilangan bobot dalam proses pembentukan pribadi. Betapa pembentukan pribadi, pendampingan pribadi, pengasahan nilai-nilai kehidupan (values) dan pemeliharaan kepribadian siswa (cura personalis) terabaikan. Situasi demikian diperparah oleh kerancuan peran di setiap sekolah. Peran konselor dengan lembaga bimbingan konseling (BK) direduksi sekadar sebagai polisi sekolah. Bimbingan konseling yang sebenarnya paling potensial menggarap pemeliharaan pribadi-pribadi, ditempatkan dalam konteks tindakan-tindakan yang menyangkut disipliner siswa. Memanggil, memarahi, menghukum adalah proses klasik yang menjadi label BK di banyak sekolah.

Dengan kata lain, BK diposisikan sebagai “musuh” bagi siswa bermasalah atau nakal. merujuk pada rumusan Winkel untuk menunjukkan hakikat bimbingan konseling di sekolah yang dapat mendampingi siswa dalam beberapa hal. Pertama, dalam perkembangan belajar di sekolah (perkembangan akademis). Kedua, mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi mereka, sekarang maupun kelak. Ketiga, menentukan cita-cita dan tujuan dalam hidupnya, serta menyusun rencana yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Keempat, mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajar di sekolah dan terlalu mempersukar hubungan dengan orang lain, atau yang mengaburkan cita-cita hidup. Empat peran di atas dapat efektif, jika BK didukung oleh mekanisme struktural di suatu sekolah.

Daftar Rujukan



  • Ridwan.1998. Penanganan Efektif Bimbingan dan konseling disekolah. Yogyakarta:Pustaka Pelajar Offset 
  • Mu’awanah , Elfi. 2009. Bimbingan Konseling Islam. Jakarta:Bumi Aksara. 
  • Eko. Hakikat bimbingan dan konseling. 2008.[tersedia] http://eko13.wordpress.com[online] tgl 1 mei 2011 
  • Ade Sanjaya. Pengertian Bimbingan konseling, 2011 [tersedia]