Selasa, 27 Desember 2011

Keutamaan / Keistimewaan Zakat Dan Hikmah Zakat Dalam Kehidupan Umat Islam Di Dunia

1. Zakat merupakan rukun Islam ketiga setelah shalat, terletak di tengah-tengah antara lima rukun Islam yang lain, didahului dengan syahadah dan shalat, lalu diikuti dengan puasa dan menuaikan haji bagi mereka yang berkemampuan, sebagai rukun terakhir.

2. Apabila diteliti, kita mendapati bahwa zakat berbeda dari rukun-rukun Islam yang lain. Kesemua rukun Islam merupakan amalan ta’abudiyah kepada Allah. Akan tetapi, kita lihat, zakat tidak hanya berhubungan dengan Allah (habluminallah), tetapi juga berhubungan dengan manusia (habluminannaas) secara langsung.

3. Zakat merupakan rukun istimewa yang Allah turunkan dan tetapkan sebagai rukun Islam yang menyentuh secara langsung tentang penghidupan atau ekonomi umat Islam. Inilah satu-satunya amalan ibadah yang Allah wajibkan dan tetapkan sebagai rukun Islam.

4. Zakat memiliki kontribusi dan peran besar dalam dakwah dan jihad yang mutlak membutuhkan harta. Urgensi keterkaitan antara dakwah dan harta, tercermin secara implisit di dalam Al-Qur`an, tatkala menyebutkan batas pengorbanan seorang muslim kepada Islam, umumnya kata "amwal" (harta) selalu diiringi dengan kata "anfus" (jiwa). “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, jiwa dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka....” (QS At-Taubah[9]: 111). Dari sini, tampaknya tidak berlebihan bila dikatakan bahwa zakat merupakan sebuah kewajiban yang memiliki efek peran integral, meliputi pembinaan pribadi, keluarga, masyarakat, negara dan terwujudnya khilafah sebagai sasaran akhir dakwah Islam.

B. Hikmah Zakat

Pertama, sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan harta yang dimiliki. Selain itu, zakat juga bisa dijadikan sebagai neraca, guna menimbang kekuatan iman seorang mukmin serta tingkat kecintaannya yang tulus kepada Rabbul ‘izzati. Sebagai tabiatnya, jiwa manusia senantiasa dihiasi oleh rasa cinta kepada harta, sebagaimana firman Allah,

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran[3]:14)

Kedua, menolong, membantu dan membina kaum dhu’afa (orang yang lemah secara ekonomi) maupun mustahiq lainnya ke arah kehidupannya yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus memberantas sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul ketika mereka (orang-orang fakir miskin) melihat orang kaya yang berkecukupan hidupnya tidak memedulikan mereka.

Ketiga, Sebagai sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan oleh ummat Islam, seperti saran ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi, sekaligus sarana pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) muslim.

Keempat, Untuk mewujudkan keseimbangan dalam kepemilikan dan distribusi harta, sehingga diharapkan akan lahir masyarakat makmur dan saling mencintai (marhammah) di atas prinsip ukhuwah Islamiyyah dan takaful ijtima'i.

Kelima, menyebarkan dan memasyarakatkan etika bisnis yang baik dan benar.

Keenam, menghilangkan kebencian, iri, dan dengki dari orang-orang sekitarnya kepada yang hidup berkecukupan, apalagi kaya raya serta hidup dalam kemewahan. Sementara, mereka tidak memiliki apa-apa, sedang tidak ada uluran tangan dari orang kaya kepadanya.

Ketujuh, dapat menyucikan diri dari dosa, memurnikan jiwa (tazkiyatun nafs), menumbuhkan akhlak mulia, murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan, dan mengikis sifat bakhil atau kikir serta serakah. Dengan begitu, suasana ketenangan batin karena terbebas dari tuntutan Allah SWT dan kewajiban kemasyarakatan, akan selalu melingkupi hati.

Kedelapan, menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi harta (social distribution), dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam masyarakat.

Kesembilan, zakat adalah ibadah mâliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah SWT dan merupakan perwujudan solidaritas sosial, rasa kemanusiaan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan umat dan bangsa, sebagai pengikat batin antara golongan kaya dengan golongan miskin dan sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah.

Kesepuluh, mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera, di mana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai, dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang aman, tenteram lahir batin. Dalam masyarakat seperti itu tidak akan ada lagi kekhawatiran akan hidupnya kembali bahaya atheisme dan paham atau ajaran yang sesat dan menyesatkan. Sebab, dengan dimensi dan fungsi ganda zakat, persoalan yang dihadapi kapitalisme dan sosialisme dengan sendirinya sudah terjawab. Akhirnya sesuai dengan janji Allah SWT, akan terciptalah sebuah masyarakat yang baldatun thoyibatun wa rabbun ghafûr (lingkungan masyarakat yang ideal; berkah; maju, dan dirahmati Allah)

Kesebelas, menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip: umatan wahidah (umat yang bersatu), musâwah (umat yang memiliki persamaan derajat dan kewajiban), ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam), dan takâful ijtima’i (sama-sama bertanggung jawab).

HIKMAH ZAKAT

Zakat itu memiliki banyak hikmah dan pengaruh positif yang jelas, baik bagi harta yang dizakati, bagi orang orang yang mengeluarkanya dan bagi masyarakat islam.

Bagi harta yang dikeluarkan zakatnya bisa menjadikanya bersih berkembang penuh dengan berkah terjaga dari bencana dan dilindungi oleh ALLAH dari kerusakan , keterlantaran dan kesia siaan.

Adapun masyarakat islam zakat bisa mengatasi aspek penting dalam kehidupan terutama jika mengetahui pengelolaanya dan mengerti bahwa dengan zakat tersebut Allah akan menutupi beberapa celah persoalanya yang ada dalam msyarakat islam. Anak yatim yang tidak punya harta samasekali dan tidak ada orang yang memberinya nafkah orang fakir yang tidak punya harta untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, istri , serta anak anaknya, orang orang bangkrut yang dililit hutang dan tidak sanggup membayarnya, orang orang yang berjuang pada jalan Allah, dan para penuntut ilmu yang tidak punya biaya, mereka semua itu akan memandang harta orang orang kaya dengan pandangan iri dan dengki, dengan hati yang sangat kecewa, dan dengan perasaan benci jika hak-hak mereka yang telah ditentukan oleh Allah atas harta tersebut tidak diberikan. Mereka akan punya rasa sangat dendam kepada orang orang kaya.

Tetapi jika harta hasil zakat dibagi-bagikan kepada orang yang berhak menerimanya seperti yang diatas tadi, sehingga mereka merasa tercukupi kebutuhanya, niscaya mereka menengadahkan tanganya kepada Allah untuk mendoakan orang orang kaya yang dermawan

Ketika Islam menyuruh untuk mendermakan harta, dalam waktu bersamaan islam mendorong kepada orang yang bersangkutan menyadari bahwa hartanya itu pada hakekatnya adalah harta milik Allah. Dalam hal ini Allah menjadikanya sebagai khalifah untuk menguji keimiananya. Dan Allah juga memberitahukan kepadanya bahwa sebagian harta itu sejatinya adalah milik kelompok-kelompok tertentu dari masyarakat yang tidak sanggup bekerja, atau yang sanggup bekerja tetapi penghasilan yang mereka peroleh tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka, atau karena sesuatu hal yang mendadak membuat mereka sangat membutuhkan bantuan.



[1] Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Ibadah, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2004.